Ilmu adalah satu kunci kesuksesan. Pada bidang apa saja dalam sisi kehidupan, kita sangat membutuhkan ilmu. Ilmu bagaikan perang didalam kegelapan malam yang menerangi jalan menuju tujuan yang dicita-citakan. Imam Syafi’I pernah berkata, “siapa yang ingin mendapatkan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan siapa yang ingin akhirat juga harus dengan ilmu”. Ilmu dunia dan ilmu agama kedua-duanya kita butuhkan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Allah Ta’ala mencela orang yang hanya mementingkan ilmu dunia dan lalai akan ilmu akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: 

“Mereka hanya mengetahui yang lahir [saja] dari kehidupan dunia, sedang tentang [kehidupan] akhirat mereka lalai.” [QS. Ar-Rum: 7].

Untuk ilmu dunia, manusia berlomba lomba menuntutnya karena desakan tuntutan hidup, namun ilmu agama sangat banyak dilalaikan dan dianggap sebagai tugas orang-orang yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah agama saja, padahal setiap manusia wajib mempelajari ilmu agama dalam rangka menjalankan tujuan hidupnya di dunia sebagai hamba Allah.

Definisi Ilmu

Ilmu ditinjau dari sisi terminologinya adalah pengetahuan yang valid terhadap sesuatu. Kata ilmu yang disebut dalam al-Quran cukup banyak dan mengandung banyak arti namun keseluruhannya bermuara kepada arti terminologinya, yaitu pengetahuan yang valid terhadap sesuatu. Hanya saja ketika al-Quran dan hadits menyebut ilmu dan memuji orang yang mempelajari dan mengamalkannya, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i [agama]. Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan ilmu -di sini- adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu tentang apa saja yang wajib bagi seorang mukallaf [baligh] dalam perkara agamanya berupa ibadah, muamalah, ilmu tentang Allah dan sifatNya, kewajiban terhadapNya, dan menyucikanNya dari segala kekurangan. Semua itu berporos pada bidang Tafsir, Hadits, dan Fikih”.

Hukum menuntut ilmu agama

Tidak semua cabang-cabang ilmu agama wajib dipelajari, ada yang sifatnya fardhu ain, setiap individu muslim wajib mempelajari dan mengetahuinya, ada pula yang sifatnya fardhu kifayah dan sunah. Ilmu agama yang wajib adalah segala ilmu tentang hal yang wajib ia tunaikan untuk Allah Ta’ala secara pribadi. Misalnya ilmu tentang bersuci, shalat, puasa, zakat jika telah terpenuhi syaratnya, dan haji bagi yang telah mampu melaksanakannya. Semua itu fardhu ‘ain bagi setiap orang Islam, ia wajib mempelajari tata cara pelaksanaan ibadah tersebut, karena jika ibadah itu ditunaikan tidak sesuai dengan tata cara yang disyariatkan, maka akan tertolak dan tidak diterima di sisi Allah Ta’ala.

Kedudukan ilmu dalam islam

Islam sangat menganjurkan menuntut ilmu, utamanya ilmu agama yang telah disebutkan di atas. Surat yang pertama diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam adalah surah al-’Alaq, di mana Allah memerintahkan beliau dan umatnya untuk membaca yang merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan ilmu. Terdapat banyak ayat dalam al-Quran di mana Allah memuji orang-orang yang berilmu dan mengangkat kedudukan mereka lebih dari yang lain. Demikian juga dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut ini di antara keutamaan ilmu dan orang yang mempelajarinya:

  • Ilmu adalah warisan Nabi, semakin banyak seseorang memiliki ilmu maka dialah yang mendapat bagian terbesar dari warisan Nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh, para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambil warisan tersebut, berarti ia telah mengambil bagian yang banyak.” [HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Daud, shahih).
  • Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta tambahan ilmu kepadaNya. Allah berfirman, “Dan katakanlah [wahai Muhammad]: Tuhanku, tambahkanlah ilmu untukku.” [QS. Thaha: 114]. Ini menunjukkah keutamaan ilmu daripada harta dan kedudukan, karena Allah tidak memerintahkan NabiNya untuk meminta tambahan sesuatu kecuali ilmu.
  • Menuntut ilmu adalah salah satu jalan menuju surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan menuju Surga untuknya.” [HR. Muslim]. Menempuh jalan untuk mencari ilmu bisa diartikan dengan dua makna; pertama: menempuh jalan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu berjalan kaki atau kendaraan menuju majelis [forum] ilmu, baik formal maupun nonformal; kedua: menempuh jalan dalam arti kiasan, yaitu metode atau sarana untuk mendapatkan ilmu, dengan membaca, mendengarkan, mengkaji, diskusi, dan metode-metode lain yang menjadi sarana untuk meraih ilmu.
  • Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, baik di dunia maupun di akhirat, Allah Ta’ala berfirman, “Allah akan mengangkat kedudukan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu di antara kalian beberapa derajat.” [QS. Al-Mujadilah: 11].
  • Allah telah menginginkan kebaikan bagi orang yang berilmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang Allah kehendaki baik, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” [HR. Bukhari dan Muslim]. Ini menunjukkan bahwa kebaikan yang hakiki bukanlah pada harta yang melimpah atau jabatan yang tinggi, melainkan pemahaman yang benar terhadap syariat Allah yang diikuti dengan amal saleh berdasarkan ilmu yang dimilikinya.

Sarana untuk mendapatkan ilmu

Beberapa abad yang lalu, sarana untuk mendapatkan ilmu sangat terbatas, membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang cukup untuk mendapatkannya. Seorang penuntut ilmu terkadang harus berjalan selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan untuk sampai ke sumber ilmu. Kitab-kitab yang juga menjadi sumber ilmu pun sangat sulit untuk didapatkan karena alat cetak belum tersedia sebagaimana pada hari ini. Untuk mendapatkan satu kitab saja harus menyalin sendiri dari kitab yang diinginkan atau mengupah orang lain untuk menyalinnya. Sarana untuk mendapatkan ilmu semakin maju seiring perkembangan zaman dan untuk mendapatkannya juga sudah sangat mudah. Cukup banyak sarana yang baik digunakan untuk mendapatkan ilmu, di antaranya:

  • Mengambil ilmu langsung dari seorang terpercaya dalam ilmu dan akhlaknya. Ini adalah cara terbaik dan tercepat untuk mendapatkan ilmu. Karena seorang guru akan memberikan muridnya intisari ilmu yang telah ia dapatkan selama bertahun-tahun. Di samping itu seorang murid tidak hanya mengambil ilmu dari gurunya tetapi juga akhlak dan ibadahnya. Mungkin inilah rahasia keberkahan ilmu para penuntut ilmu dan ulama zaman dahulu. Ada banyak cara untuk mengambil ilmu langsung dari seorang guru, misalnya menghadiri majelis [forum] ilmu, formal maupun nonformal, atau bertanya langsung kepadanya ketika ada suatu masalah agama yang belum diketahui jawabannya.
  • Melalui buku-buku ilmu syariah yang ditulis oleh para ulama, baik ulama klasik maupun ulama kontemporer, dengan catatan penulisnya adalah orang yang dikenal amanah dan ahli dalam bidang yang dia tulis. Namun sarana ini hendaknya dijadikan sarana pembantu, bukan pokok. Yang pokok adalah melalui seorang guru sebagaimana pada poin pertama di atas, karena siapa yang menjadikan buku sebagai satu-satunya guru, maka akan banyak kekeliruannya. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan sarana ini, di antaranya: konsultasi dengan seorang guru dalam menentukan buku yang akan dikonsumsi, membaca buku-buku yang sesuai dengan tingkat keilmuan kita, dan tidak segan bertanya kepada ahlinya ketika ada bagian yang tidak dipahami.
  • Sarana audio dan audio visual. Mungkin ini bisa sebagai alternatif bagi orang tidak memiliki banyak waktu untuk menghadiri forum ilmu. Ia dapat mengambil ilmu dari rekaman ceramah atau kuliah, baik audio seperti kaset, CD, radio atau audio visual seperti rekaman video dari sebuah ceramah atau kuliah. Atau mengikuti kajian ilmu yang disiarkan langsung melalui radio, televisi, atau internet.