Bagi setiap umat muslim setiap satu tahun sekali pasti akan merayakan hari kurban atau dikenal dengan Idul Adha. Pada hari ini, umat muslim akan menyembeli hewan kurban berupa sapi atau kambing atau unta. Dibalik terjadinya Idul Adha terdapat kisah dari dua orang Nabi yang di mana mereka berdua memiliki hubungan pertalian darah, yaitu ayah dan anak. Dalam kisah Nabi dan Rasul ini, Nabi Ibrahim AS adalah ayah dari Nabi Ismail AS, hubungan mereka berdua patut dicontoh oleh umat muslim terutama saat menjalankan perintah Allah.
Kisah tentang terjadinya idul adha ini selalu menarik untuk dibahas setiap tahunnya terutama pada saat perayaan kurban. Selain itu, kisah dari Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS juga memiliki banyak sekali nilai-nilai atau pelajaran hidup yang bisa kita ambil dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga amalan baik kita bisa bertambah.
Berbicara tentang kisah Nabi Ismail AS tak bisa dilepaskan dari Nabi Ibrahim AS yang merupakan ayah kandungnya terutama kisah yang berkaitan dengan munculnya Hari Raya Kurban (idul adha). Adanya kisah dari Nabi Ismail AS dan Nabi Ibrahim AS menunjukkan bahwa betapa besarnya rasa cinta rasa cinta anak kepada anakanya. Nabi Ismail AS yang merupakan anak dari Nabi Ibrahim sudah siap menerima agar dirinya disembelih seperti apa yang diperintahkan oleh Allah.
Hijrah Menuju ke Mekkah
Siti Sarah adalah istri pertama dari Nabi Ibrahim AS, tetapi pernikahan mereka berdua belum dikaruniai buah hati. Pada saat itu, usia dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah sudah terbilang memasuki usia lanjut. Siti Sarah yang menyadari akan hal itu, kemudian memberikan izin kepada Nabi Ibrahim AS untuk menikah lagi bersama dengan siti Hajar.
Nabi Ibrahim AS selalu memohon kepada Allah agar diberikan sang buah hati. Doa dari beliau pun dikabulkan oleh Allah. Pernikahan bersama dengan Siti Hajar dikaruniai satu buah hati laki-laki yang diberi nama Ismail. Nama yang diberikan itu mengandung arti yang sangat dalam (menurut bahasa Ibrani), yaitu Isma berarti mendengar dan El berarti Allah, jadi Ismail adalah Allah Maha Mendengar. Nabi Ibrahim AS memberikan nama Ismail karena Allah sudah mendengar dan mengabulkan permohonannya.
Nabi Ibrahim AS melakukan hijrah ke Mekah atas dasar perintah Allah. Beliau melakukan hijrah bersama dengan istri kedua yang bernama Siti Hajar dan anaknya Nabi Ismail AS. Perintah dari Allah ini muncul karena Nabi Ibrahim mengambil keputusan setelah melihat istri pertamanya kurang senang dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar. Hijrah ke Mekah ini dilakukan dengan menaiki unta dan setelah sampai di Mekah mereka mulai mencari tempat untuk berteduh. Ditemukanlah sebuah pohon yang bisa digunakan untuk tempat berteduh, pohon itu adalah pohon dauhah dan mereka pun segera turun dari unta.
Nabi Ibrahim AS mulai meninggalkan istri beserta anaknya di bawah pohon dauhah. Sebenarnya Nabi Ibrahim AS tidak tega untuk meninggalkan istri dan anaknya di tempat yang sangat sunyi dan sepi itu, tetapi semua ini karena perintah Allah, sehingga Nabi Ibrahim AS tidak ingin melanggarnya.
Sebelum pergi meninggalkan istri dan anaknya, nabi Ibrahim berpesan kepada istrinya, “Tetap Bertakwalah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-kehendak-Nya. Percayalah kepada kekuasaan dan rahmat-Nya. Dialah yang memberikan perintah kepadaku untuk membawamu (istri) ke sini. Dialah yang akan memberikan perlindungan di tempat yang sunyi ini. Seandainya bukan karena perintah dan Wahyu dari Allah, aku sama tidak tega untuk meninggalkan kamu bersama anakku yang aku cintai. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah tidak akan menelantarkan kalian berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan berkah-Nya akan selalu turun untuk selamanya, insya Allah.”
Siti Hajar hanya membawa bekal air minum seadanya dan beberapa biji buah kurma. Hati Siti Hajar merasa tenang setelah mendengarkan pesan dari Nabi Ibrahim AS. Di tempat sunyi itu, Siti Hajar mulai berdoa kepada Allah agar selalu diberikan perlindungan agar mampu bertahan di tempat yang gersang dan tandus itu.
Menemukan Air Zamzam
Di tempat yang sunyi dan tidak ada orang selain Siti Hajar dan anaknya, Ismail harus merasa kesepian, hingga Ismail selalu menangis ketika sedang merasakan haus. Dengan penuh kasih sayang, Siti Hajar menyusui putranya ketika sedang haus. Namun, setelah satu hari berada di tempat sunyi itu, Siti Hajar mulai merasakan kesedihan karena melihat ketersediaan buah kurma dan perbekalan air sudah mulai habis. Ketika sedih, Siti Hajar selalu berharap agar ada orang lain yang melintas di tempat sunyi itu dan membantu dirinya dan putranya.
Hingga pada suatu waktu, putranya Ismail tak berhenti-hentinya menangis karena air susu Siti Hajar tidak bisa keluar, sehingga rasa haus dari Ismail tak segera hilang. Semakin kencang tangisan dari Ismail, Siti Hajar semakin bingung harus melakukan apalagi agar rasa haus Ismail segera hilang dan tangisannya mulai menghilang. Untuk menenangkan Ismail, Siti Hajar mulai pergi ke Bukit Safa dan terpaksa meninggalkan Ismail di atas pasir. Siti Hajar berharap ketika sampai di Bukit Safa menemukan air agar rasa haus putranya hilang. Ketika sampai di Bukit Safa, Siti Hajar tidak menemukan air yang bisa diminum untuk putranya.
Kemudian, beliau berlari untuk pergi ke Bukit Marwah dan di bukit itu, tetap tidak ada air yang bisa diminum. Bukan hanya sekali, Siti Hajar bolak-balik ke Bukit Safa terus ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali, tetapi tetap tidak ditemukan air yang bisa diminum dan Siti Hajar merasa sia-sia karena tidak menemukan air.
Siti hajar kembali menuju Ismail dengan penuh rasa bingung dan cemas karena tidak menemukan air. Namun, Allah berkehendak lain dan menolong Siti Hajar melalui malaikat Jibril yang mengubah wujudnya menjadi manusia, kemudian Malaikat Jibril menghentakkan kaki dengan mengucapkan “Zamzam! Zamzam!” hingga keluarlah air yang cukup banyak dan menyebar dan membentuk seperti telaga kecil.
Setelah malaikat Jibril pergi, Siti Hajar langsung meminum air zamzam untuk menghilangkan rasa hausnya. Tak hanya itu, Siti Hajar merasa kenyang setelah meminum air zamzam itu dan kemudian beliau menyusui putranya, Ismail. Setelah mendapatkan semua kenikmatan yang bisa dirasakan oleh Siti Hajar dan putranya, Siti Hajar tak henti-hentinya berterima kasih kepada Allah.
Air zamzam itu memberikan banyak sekali manfaat bukan hanya untuk Siti Hajar dan Ismail saja, tetapi kepada banya orang, seperti rombongan suku Jurhum yang pada saat itu merasakan rasa haus dan bingung mencari sumber air. Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak orang yang mulai tinggal di dekat air zamzam itu, sehingga tempat yang tadinya sepi dan sunyi perlahan-lahan mulai ramai dan Siti Hajar tidak merasakan kesepian.
Ismail putra dari Nabi Ibrahim dan Siti Hajar mulai bertambah umur dan ia membantu ibunya untuk menggembalakan kambing dan biri-biri ke Padang Arafah. Hingga akhirnya Siti Hajar dan Ismail kehidupannya semakin baik, sejahtera, dan aman. Siti Hajar, Ismail dan orang-orang Mekah menjaga kesucian air zamzam yang sangat suci dan dengan air zamzam kehidupan masyarakat mekah semakin menuju kebahagiaan. Adanya air zamzam menunjukkan akan kasih sayang Allah kepada Siti Hajar dan Ismail.
Perintah Untuk Menyembelih Ismail
Pada sautu waktu, Nabi Ibrahim AS sangat ingin bertemu Siti Hajar dan Ismail dan beliau meminta izin kepada Siti Sarah untuk pergi menemui Siti Hajar dan Ismail. Setelah mendapatkan izin dari Siti Sarah, Nabi Ibarahim AS mulai beranjak pergi ke tempat di mana beliau meninggalkan istri dan anaknya di tempat yang sunyi dan sepi. Sesampainya di tempat yang dituju, Nabi Ibrahim AS terkejut karena tempat yang dulunya sepi, kini sudah ramai dan dihuni oleh banyak orang serta kehidupan dari istri dan putranya semakin baik dan sejahtera. Siti Hajar yang melihat kedatangan dari Nabi Ibrahim AS sangat senang dan bahagia sekali karena setelah sekian lama tak bertemu.
Begitu juga dengan Nabi Ibrahim AS sangat senang ketika bertemu dengan putra dan istrinya dan beliau pun langsung memohon maaf karena harus meninggalkan istri dan putranya, “Wahai, istri dan anakku, maafkanlah aku. Selama ini, aku tidak pernah melihat keadan kalian karena harus berdakwah untuk menyebarluaskan kebenaran kepada penduduk di sana.”
Nabi Ibrahim yang terlalu lelah setelah melakukan perjalanan jauh mulai mengistirahatkan dirinya di Masy’aril Haram (sekarang Musdalifah). Nabi Ibrahim AS yang tertidur pulas mendapatkan mimpi berupa perintah untuk menyembelih putranya, Ismail sebagai kurban kepada Allah.
Setelah mendapatkan mimpi itu, Nabi Ibrahim AS segera terbangun dari tidurnya dan berpikir sangat lama sambil berusaha mengartikan maksud dari mimpi menyembeli putranya. Hingga sampai pagi hari, Nabi Ibrahim AS tidak bisa memejamkan matanya dan terus berusaha untuk mengartikan mimpinya itu, kemudian beliau ingin sekali bercerita kepada istrinya dan putranya, tetapi takut menambah rasa cemas dan khawatir kepada istrinya dan putranya.
Setelah selesai melakukan aktivitas di pagi hari dan malam pun tiba, Nabi Ibrahim AS segera tidur untuk mengistrirahatkan tubuhnya. Saat tidur itu, Nabi Ibrahim AS mulai bermimpi mendapatkan perintah untuk menyembelih putranya, “wahai, Ibrahim. Sembelihlah Ismail untuk berkurban kepada Allah S.W.T. Sembelihlah Ismail sebagai kurban untuk Allah S.W.T!” Perintah untuk menyembelih itu membuat Nabi Ibrahim AS sangat bingung hingga keringat membasahi keningnya. Hati Nabi Ibrahim AS pun mulai merasa resah dan gelisah, sehingga beliau mengambil air wudhu dan salat.
Setelah dua kali bermimpi berupa perintah untuk menyembelih, Nabi Ibrahim AS masih menerima untuk menyembelih putranya yang ketiga kali. Pada mimpi ketiga itu, Nabi Ibrahim AS mulai yakin bahwa perintah untuk menyembelih itu merupakan perintah dari Allah. Setelah berpikir panjang dan penuh dengan keyakinan, Nabi Ibrahim AS tetap akan menyembeli putranya, Ismail walaupun setan sudah menggodanya bahwa perintah itu adalah salah.
Nabi Ibrahim pun memaggil putranya dan mulai berbicara, “anakku, Ismai, ayah sangat berharap agar engkau selalu sabar dan tabah menerima perintah Allah.” Ismail pun sanga ikhlas dan sabar untuk menerima semua perintah itu, “ayah, apa pun perintah Allah, katakan saja! Saya akan tetap sabar dan tabah dan sebagai hamba Allah semua perintahnya harus dilaksanakan. Jelaskanlah, perintah itu dan saya akan sabar untuk mendengarkannya.”
Setelah mendengar semua penjelasan dari ayahnya, Ismail tetap mempelihatkan kesabaran dan ketabahan. Namun, istrinya, Siti Hajar sangat terkejut setelah mendengar semua perintah Allah yang diberitahukan lewat mimpi Nabi Ibrahim AS. Siti Hajar pun menangis mengeluarkan air mata hingga membasahi pipinya dan hanya bisa memeluk erat putra tercintanya sebelum disembelih.
Siti Hajar hanya bisa menangis karena jika perintah dari Allah, ia tidak akan bisa menolaknya dan akan tetap melaksanakan segala perintah Allah. Keesokan harinya, Siti Hajar harus melepaskan putranya untuk dibawa Nabi Ibrahim AS ke suatu tempat untuk melaksanakan perintah Allah.
Di perjalanan menuju tempat yang dituju, Nabi Ibrahim AS dan Ismail mendapatkan banyak godaan dari iblis agar tidak melaksanakan perintah Allah. Namun, dengan penuh keyakinan mereka berdua tetap melanjutkan ke tempat untuk menyembeli Ismail. Setelah sampai di tempat tujuan, Bukit Malaikat Nabi Ibrahim AS tidak tega untuk menyembelih anaknya, sehingga beliau menutup wajah Ismail.
Ketika Nabi Ibrahim AS ingin melaksanakan perintah Allah, kemudian datanglah malaikat Jibril yang diutus oleh Allah untuk mencegah agar proses penyembelihan itu tidak terjadi. Setelah itu, malaikat Jibril mengganti Ismail dengan seekor kambing dan memerintahkan kepada Nabi Ibrahim AS, “untuk menjadikan hari ini sebagai hari raya bagi kalian berdua dan sedekahkanlah sebagian dari daging kambing itu kepada fakir miskin.”
Kisah tentang perintah untuk menyembelih Ismail ini terkandung di dalam Al-Quran Surat As-Shaffat ayat 102-107:
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab, Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Nilai-Nilai Kehidupan dari Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang Taat Menjalankan Perintah Allah
Dalam suatu kisah nabi dan rasul pasti selalu terkandung nilai-nilai kehidupan yang dapat menambah amalan baik manusia. Begitu juga dari kisah tentang anak saleh Nabi Ismail AS dan ayahnya yang tegar, Nabi Ibrahim AS.
Selalu menjalankan segala perintah Allah walaupun perintah itu sulit untuk diterima oleh akal manusia.
Selalu percaya bahwa Allah selalu memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuan hamba itu sendiri.
Percaya bahwa setiap ujian atau cobaan dari Allah menandakan bahwa Allah itu sangat cinta terhadap diri kita.
Dalam keluarga, setiap mengambil keputusan untuk menjalankan perintah Allah harus dilakukan musyawarah terelebih dahulu.
Selalu Berbakti Kepada Orang Tua, seperti Nabi Ismail AS yang selalu taat kepada ayah dan ibunya untuk menjalankan segala perintah Allah.
Selalu percaya bahwa kesabaran dan ketabahan akan membawa diri kita ke arah bahagia.
Jangan mudah tergoda rayuan-rayuan syaitan.
Semoga kita bisa mengambil hikmah atas keteladanan Nabi Ismail AS dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Bermanfaat.
Allahu’alam Bi Syawab