Dalam kehidupan bermasyarakat, bertamu atau menerima tamu adalah hal yang umum terjadi. Bertamu dalam rangka bersilaturahim atau karena hal lainnya merupakan kebiasaan positif yang sudah menjadi tradisi dari zaman dahulu sampai sekarang. Dalam ajaran islam menerima tamu memiliki adab-adab yang menjadi pedoman, artinya tamu memiliki kedudukan yang mulia. Karena kedudukannya yang mulia, Islam memerintahkan umatnya untuk memuliakan tamu, sebagaimana dalam hadist Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya,” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Berdasarkan hadits diatas, memberikan kedudukan yang terhormat dan menjamu tamu menjadi suatu pertanda bagaimana tingkat keimanan seseorang kepada Allah SWT. dengan kata lain kualitas seorang Muslim bisa diukur ketika ia memuliakan atau tidak sesuai yang disyariatkan.
berikut adalah beberapa hal yang Rasullullah ajarkan dalam menerima dan memuliakan tamu :
- Mengucapkan salam / ucapan selamat datang
Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
- Memuliakan tamu dengan menyediakan makanan terbaik, makanan terbaik disini hidangan yang baik dan sesuai dengan kemampuan, Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
- Jika tamu tersebut menginap, Islam menganjurkan untuk menjaganya dan bersikap baik kepadanya. Namun jika melebihi tiga hari maka hal tersebut menjadi sedekah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”. (Muttafaqun ‘alaih)
Agama Islam memberikan aturan yang begitu detail dan jelas supaya setiap muslim hendaknya memuliakan setiap tamu yang datang, karena memuliakan tamu merupakan interpretasi keimanan kepada Allah Swt.
Memuliakan tamu merupakan kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu. Tetapi sebagain dari mereka berpendapat bahwa menghormati tamu hanya merupakan bagian dari akhlak yang terpuji. Dengan demikian, seorang muslim yang mengabaikan tamunya menunjukkan rendahnya akhlak. Karena besarnya hak tamu, Rasulullah memberi peringatan mereka yang tidak memuliakan tamu. “Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak menjamu tamu.” (HR. Ahmad).