Salah satu kesalahan ketika menjadi orang tua adalah tidak seimbangnya peran orang tua dalam mengaplikasikan cara mendidik anak dengan benar. Kita pun menyadari tentang itu, bahwasanya peran ibu lah yang lebih dominan daripada peran ayah dalam mendidik anak. Begitupun dengan survei yang pernah dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2015 lalu, bahwa kualitas ayah dalam mengasuh anak hanya berkisar 3,8 dari 5. Ketimpangan angka ini masih cukup jauh berbeda.
Dari adanya data tersebut, sebagai orang tua harusnya kamu lebih aware bagaimana agar bisa menyeimbangkan peran keduanya dalam mendidik anak dengan benar. Karena, ibu adalah pendidik terbaik atau madrasah pertama, sedangkan ayah adalah role model bagi anak-anaknya nanti.
Cara Mendidik Anak Balita Agar Nurut
Salah satu alasan kenapa kamu bisa membaca tulisan ini adalah sinyal dari Sang Pencipta agar kamu bisa memanfaatkan golden age yang sering dikenal dengan usia balita ini sebaik mungkin. Karena, dalam dunia parenting, pendidikan anak harus dimulai dari segala faktor usia. Mulai usia balita, remaja, hingga dewasa. Tetapi, pembahasan dari kita kali ini lebih terbatas pada usia balita saja.
Usia balita adalah usia emas sang buah hati (golden age). Usia dimana tumbuh kembang sang buah hati terjadi begitu pesat. Menurut Benyamin S Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago dalam Stability and Change in Human Characteristics menjelaskan, potensi intelegensi anak pada golden age (lebih tepatnya sampai usia 4 tahun) ini mulai terbentuk sekitar 50%, saat usia 8 tahun nanti sudah mencapai 80%, dan akan mencapai total kecerdasan pada usia 18 tahun.
1. Memberi Arahan Dengan Penuh Cinta dan Kasih Sayang
Kamu tidak harus menuntut sang buah hati sesuai dengan keinginan. Cukup arahkan apabila memang terkesan menyimpang. Arahkanlah dengan bahasa yang sopan, tutur kata yang lembut, dan hindari kekerasan. Berikan sepenuh cinta dan kasih sayang karena golden age adalah usia yang menjadi parameter sederhana guna menilai kenormalan status kesehatan sang buah hati kelak.
Secara psikologis dengan kamu memberikan cinta dan kasih sayang penuh. Maka, turut membantu sang buah hati agar tidak menyimpan kenangan luka masa kecil.
2. Menghindari Bersikap Buruk di Depan Sang Buah Hati
Sang buah hati bisa meniru apa saja yang orang tua atau orang lain lakukan di hadapannya. Ada yang dampaknya ditiru saat itu juga, ada yang memang terekam kuat di memori ingatannya untuk kemudian hari ditiru. Jika sikap buruk yang kamu perlihatkan, sang buah hati akan meniru sikap buruk tersebut. Sebaliknya, jika sikap baik yang kamu perlihatkan, sang buah hati akan meniru sikap baik tersebut.
3. Rajin Menjadi Pendengar yang Baik
Ketika anak sudah bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, ocehan-ocehan anak jangan kamu abaikan begitu saja. Dengarkan secara baik apa yang anak ucapkan. Cerna dan berilah respon baik. Jika memang ocehannya baik, kamu bisa memberikan pujian, apresiasi, atau ciuman. Sebaliknya, jika ocehannya kurang baik, kamu harus mampu memberikan penjelasan dengan baik, Hindari menggunakan kata-kata kasar dan kekerasan fisik. Dengan demikian, rasa percaya diri anak bisa meningkat, karena merasa dihargai dan tidak diintimidasi.
4. Memberi Kenyamanan
Tanamkan sebisa mungkin bahwa, “orang tua adalah tempat ternyaman pertama untuk anak”. Kamu harus menjadi orang tua yang bisa memahami apa keinginan anak. Misalnya, ketika masih masa kanak-kanak, berarti kamu harus menjadi teman bermain ternyaman untuk anak. Beda lagi ketika nanti si anak sudah menginjak remaja, bukan menjadi teman bermain lagi. Tetapi, intensitasnya sudah berubah menjadi teman curhat ternyaman, dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak akan terbuka atas setiap masalah yang dihadapi.
5. Meluangkan Waktu Untuk Bermain dan Belajar Bersama
Golden age memang usia bermain. Cara mendidik anak di usia ini adalah dengan menemaninya main tanpa memberikan aturan terikat. Biarkan sang buah hati bereksplorasi dan berkreativitas sesukanya. Selain itu, kamu harus memberikan pengajaran kepada sang buah hati, bagaimana bisa mengenal dunia luar, lingkungan sekitar, cara adaptasi, hingga bersosialisasi dengan sesama. Serta, pengajaran bagaimana sang buah hati mampu menghargai dan menghormati sesama Karena inilah kunci kepribadian baik yang akan sang buah hati bawa hingga dewasa nanti.
Jadi, manfaatkan betul golden age ini untuk mendidik anak sebaik mungkin. Karena menurut Sutaryati (2006), jika pada usia tersebut sang buah hati tidak mendapat rangsangan maksimal dari orang tuanya, maka potensi tumbuh kembang sang buah hati juga tidak akan optimal.
Mengoptimalkan Peran Orang Tua Ayah Dalam Pendidikan Anak
Peran ayah memang tidak terlalu dominan daripada peran ibu dalam mendidik anak. Hal ini dikarenakan ayah sibuk bekerja, sering banyak kegiatan di luar rumah, dan kurangnya pengetahuan tentang dunia parenting. Sehingga, kuantitas sekaligus kualitas untuk mendidik anak menjadi berkurang. Nah, dari permasalahan di atas, saat kamu menjadi ayah, berarti harus lebih pandai dalam mencari peluang agar jalinan ikatan dengan anak berjalan lancar. Beberapa hal yang dapat kamu optimalkan untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak-anak menurut Najelaa Shihab ada empat, yaitu:
1. Ayah Sebagai Teman Bermain
Ketika ayah menemani anak bermain, hal ini bisa meningkatkan kualitas mental anak. Hal ini didukung oleh hasil sebuah riset, bahwasanya psikologis anak bisa bermasalah sekitar 63% apabila intensitas perhatian ayah ke anak berkurang. Misalnya, anak akan memiliki sifat mudah labil, depresi, gelisah, dan fobia. Sehingga, apabila sejak kecil kamu sudah membiasakan diri untuk menemani anak bermain, hal ini akan berdampak positif di kemudian hari. Psikologis anak akan membaik, begitupun dengan konektivitas kamu dengan anak akan terbangun secara lebih optimal.
2. Ayah Sebagai Pendidik
Ayah menjadi role model bagaimana kedepannya anak membentuk dan mewujudkan cita-citanya. Hal ini dikarenakan biasanya ayah lebih memiliki visi jangka panjang daripada ibu. Nah, cara mendidik anak yang bisa kamu optimalkan adalah dengan sering mengajaknya berbicara, mempersilakan anak menyampaikan pendapatnya (diskusi ringan saat sudah mampu berkomunikasi), mengetahui keinginan anak, sekaligus membersamai sang anak dalam memenuhi rasa keingintahuan yang tinggi, dan yang tidak kalah penting adalah membentuk pola pikir yang terus bertumbuh (growth mindset).
Dengan melatih anak agar memiliki growth mindset, maka permasalahan sebesar 56% daya tangkap anak di bawah rata-rata bisa kamu minimalisir. Karena, anak sudah terbiasa menyerap banyak informasi sejak kecil dan menyaringnya sebaik mungkin. Sehingga, dampak positif dari pembiasaan seperti ini anak akan memiliki daya tangkap di atas rata-rata.
3. Ayah Sebagai Pelindung
Dari jiwa maskulinnya ayah, mengharuskan anak-anaknya tidak mudah bergantung pada orang lain termasuk orang tuanya sendiri guna memperoleh bantuan atau perlindungan. Karena kamu mengajarkan kepada anak bahwa, “orang tua tidak bisa selalu hadir membersamai, apalagi orang lain”. Sehingga, anak akan terbiasa dengan self protection.
4. Ayah Sebagai Rekan
Selain menjadi partner parenting ibu, ayah harus bisa menjadi partner bagi anak-anaknya. Cara yang bisa kamu optimalkan ketika menjadi partner anak adalah dengan jadilah orang tua, teman, sahabat, kritikus, serta banyak hal lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi.
Mengoptimalkan Peran Orang Tua Ibu Dalam Pendidikan Anak
Seperti yang sering kamu rasakan, bahwa menjadi istri sekaligus ibu adalah pekerjaan ganda yang tidak mudah. Sering mendengar keluhan capek karena banyak pekerjaan yang harus dijalankan. Mulai dari membersihkan rumah, menyiapkan segala kebutuhan suami, merawat anak, sekaligus membimbing anak ketika mengerjakan pekerjaan sekolah. Tetapi, sisi positif dari lelahnya memiliki peran ganda tersebut, kamu memiliki peran besar dalam mewujudkan kesuksesan sang buah hati. Mulai dari memberikan kasih sayang yang tulus, deraian air mata ketika berdoa, sentuhan lembut jari-jemarimu mampu menjadi penyemangat sang buah hati untuk menggapai kesuksesan di masa depan.
1. Ibu Sebagai Manajer Rumah Tangga
Ibu menjadi manajer untuk mengatur segala keperluan yang ada di dalam rumah tangga. Ketika anak sudah enak diajak komunikasi dan sekiranya bisa membantu pekerjaan rumah, kamu bisa memberikan pelatihan bagaimana cara mengerjakan tugas rumah. Tetapi, jika usianya masih balita, kemungkinan besar sang anak masih kurang mengerti tentang pekerjaan rumah. Tidaklah mengapa karena kamu masih bisa untuk memberikan pengetahuan atau nasehat kepada anak.
Misalnya, “ketika mainan adek sudah ibu bereskan dan adek ingin menggunakannya lagi, maka setelah selesai bermain adek harus membereskannya kembali ya agar rapi”.
Jadi, tugas kamu untuk membereskan mainan tersebut menjadi berkurang dan bisa melatih anak untuk memahami, “oh ini ya namanya beberes”, di kemudian hari.
2. Ibu Sebagai Koki Hebat
Sebagai koki rumahan, kamu harus kreatif menyajikan makanan untuk semua anggota keluarga termasuk untuk anak. Pasalnya, jika kamu mengalami keluhan karena anak susah makan, coba lakukan cross check. Apakah kamu sudah kreatif menyajikan makanan? Misalnya dengan tema karakter tertentu agar si buah hati tertarik makan.
Jika belum, kamu bisa mencoba cara ini. Buatlah tema-tema cartoon kesukaan si buah hati. Ajaklah ngobrol sebelum menyantapnya. Buatlah seolah-olah, sang buah hati sedang makan bersama karakter kesukaannya. Dengan menjadi koki kreatif dan juga hebat, maka untuk selanjutnya kamu bisa tetap merencanakan makan bersama keluarga saat anak-anak sudah besar. Daripada anak-anak makan di luar, kan?
Juga menurut salah seorang ibu yang berusia 27 tahun di Chicago, anak yang awalnya menjadi pemberontak, setelah menerapkan makan malam bersama keluarga dan kualitas makan malamnya terjaga (tidak multi tasking sembari nonton TV, makan sendiri-sendiri, atau telponan), maka hal tersebut bisa memperbaiki sikap buruk anak.
3. Ibu Sebagai Perawat dan Dokter
Ibu harus bisa memastikan kebutuhan nutrisi anak tercukupi guna meminimalisir terjadinya sakit. Kesehatan anak harus tetap kamu perhatikan, karena anak masih rentan terserang sakit. Jika terlanjur sakit, kamu juga yang harus siap siaga memberikan pertolongan kepada sang buah hati. Bukan hanya memberikan obat, menyiapkan makanan untuk si buah hati, tetapi juga memberikan kasih sayang penuh dan dukungan agar segera sembuh ketika merawatnya.
4. Ibu Sebagai Akuntan Terbaik
Tak jarang, perihal keuangan dibebankan kepada ibu sebagai akuntan terbaik. Nah, jadi kamu harus bisa mengalokasikan pengeluaran sesuai pos-pos kebutuhan. Hindari perilaku konsumtif, khususnya untuk kepentingan pribadi dan ingatlah bahwa kamu sudah memiliki tanggungan untuk turut membiayai anak. Bagaimana memberikan kepuasan atas keinginan yang ada? Boleh-boleh saja, asalkan tidak sering, proporsinya harus lebih sedikit daripada kebutuhan. Karena dengan memenuhi beberapa keinginan juga bisa membantu kesehatan jiwa tetap terjaga.
Dengan demikian, pemasukan dan pengeluaran bisa kamu kelola dengan baik. Jadilah mom financial planner terbaik agar tidak mengalami defisit setiap bulannya.
5. Ibu Sebagai Madrasah Pertama
Menjadi madrasah pertama bukanlah pekerjaan mudah, namun menjadi tugas mulia. Kamu bisa mengoptimalkan gelar ini dari rumah. Cetaklah generasi agar memiliki kepribadian baik, cerdas intelektual, cerdas emosional, dan cerdas spiritual. Kamu harus mampu mengklasifikasikan sifat masing-masing anak. Meskipun anak tersebut kembar, sifatnya pasti berbeda. Nah, beda sifat beda cara pengasuhan.
Misalnya, seorang anak yang memiliki sifat introvert tidak bisa kamu paksa untuk senang bersosialisasi dengan banyak orang. Pun tidak bisa kamu memaksa anak untuk pandai berbicara di hadapan banyak orang. Kenali apa saja kekurangan sifat introvert untuk segera kamu atasi dan apa saja kelebihan sifat introvert untuk segera kamu bantu kembangkan.
Hasil didikan melalui madrasah pertama ini bukan semata-mata diukur dari nilai raport. Melainkan diukur dari banyak aspek. Ingat, setiap anak itu unik dan unggul di bidangnya masing-masing.
Dari lima poin di atas, semoga kamu bisa mengoptimalkannya dengan baik. Mintalah bantuan pasangan untuk lebih memberi perhatian, pengertian dan bekerja sama dalam mendidik sang buah hati.
Bagaimana Dengan Cara Mendidik Anak yang Bandel?
Berikut beberapa poin yang bisa kamu terapkan untuk mendidik anak bandel:
- Ketika sang buah hati mulai tidak nyaman di situasi tertentu, segera alihkan perhatiannya ke hal-hal yang positif.
- Jika kamu mulai merasa sebal, ambillah nafas 10 detik agar tetap tenanglah ketika menghadapi perilaku sang buah hati.
- Daripada menggunakan kekerasan fisik atau bentakan, cobalah untuk memberikan konsekuensi sebagai bentuk tanggung jawab atas pilihan baik buruknya sang buah hati.
- Tetap berikan ucapan positif ketika menasehati sang buah hati.
- Fokus pada perilaku yang kamu inginkan.
- Berbicaralah dengan nada suara rendah.
- Berikan pujian atas perilaku baiknya.
- Tetap realistis ketika memberi arahan kepada sang buah hati.
- Bantu sang buah hati untuk dekat kepada teman-temannya.