Bilal bin Rabah merupakan sahabat Nabi yang akan selalu teringat dalam ingatan muslim sebagai muadzin pertama dalam Islam.

Sosoknya istimewa karena menjadi orang yang mengumandangkan azan bahkan sejak azan disyariatkan oleh Rasulullah SAW.

Bilal bin Rabah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang mendapat jaminan masuk surga, karena ketaatan nya kepada Allah dan Rasulnya bahkan ia pernah di siksa dengan siksaan yang mengerikan karena ia memeluk agama Islam.

Bagaimana kisah Bilal bin Rabbah ? sehingga menjadi orang yang dirindukan Syurga?

Bilal Lahir dari Keluarga Budak

Bilal lahir di daerah As-sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Bilal diperkirakan masuk Islam pada umur 30 tahun.

Ayahnya bernama Rabah, yang merupakan seorang budak. Sedangkan ibunya bernama Hamamah, juga seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Makkah. Mereka berasal dari Habsyah atau Ethiopia, sehingga Bilal dikenal dengan Bilal bin Rabah al Habsyi.

Karena kondisi ibunya, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan Ibnu as-Sauda`putra wanita hitam, yang pada zaman Jahiliyah bukan dianggap sebagai penghinaan karena statusnya yang budak.

Bilal dibesarkan di kota Ummul Quro (makkah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abdu ad-Dar, lebih tepatnya keluarga Bani Jumah. Saat ayahnya meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum Quraisy.

Meski statusnya rendah, hati Bilal bening dan justru mampu melihat kebenaran dan ketidakadilan. Ketika banyak yang mencela Muhammad SAW yang menyatakan diri sebagai nabi dan mengajarkan Islam, dia mampu melihat bahwa Islam adalah jalan yag benar.

Bilal di Siksa Karena Masuk Islam

Ia merupakan pemeluuk Islam pertama dari kaum budak, namun keislaman Bilal tericum oleh tuannya, Umayyah bin Khalaf.

Bersama para pembesar Quraisy lainnya, mereka mencambuk Bilal. Mereka juga menyiksa bilal dengan kekejaman yang tak terbayangkan pedihnya.

Di antara orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf (tuannya), bersama para algojo. Mungkin saja, Umayyah malu karena budaknya masuk Islam. Terlebih dia adalah bangsawan terkemuka Makkah

Melihat penyiksaan tak terperi itu, akhirnya Bilal dibebaskan oleh Abu Bakar. Abu Bakar membeli Bilal dan lantas dimerdekakan olehnya. Dengan demikian, status Bilal bukan lagi seorang budak, melainkan sudah menjadi manusia merdeka, dan menjadi sahabat nabi yang mulia.

Muadzin Pertama dalam Islam

Ketika hukum syariat azan diperintahkan oleh Allah, maka orang yang pertama kali disuruh oleh Rasulullah untuk mengumandangkan azan adalah Sayyidina Bilal bin Rabah, beliau dipilih karena suaranya sangat merdu dan lantang.

Dia dikenal sebagai muazin pertama dalam Islam. Dia merupakan satu diantara 3 muazin di masa Rasulullah bersama dengan sahabat Abu Mahdzurah al-Jumahi dan Abdullah bin Ummi-Maktum.

Setidaknya, ada empat alasan mengapa Bilal diangkat menjadi penyeru azan untuk umat Islam, untuk yang pertama kalinya. Pertama, Bilal memiliki suara yang lantang dan merdu. Kedua, Bilal sangat menghayati kalimat-kalimat azan.

Ketiga, Bilal memiliki kedisiplinan yang tinggi saat mengumandangkan Azan, lima kali dalam sehari semalam. Keempat, Bilal memiliki keberanian. Untuk mengumandangkan azan pada masa-masa awal dakwah Islam.

Suara Sandal Bilal di Syurga

Bilal Bin Rabah menjadi salah satu sahabat nabi yang mendapat jaminan masuk syurga, bahkan Rasullallah Saw dalam suatu kesempatan pernah menanyakan amalan apa yang dilakukan Bilal, karena ia mendengar salah satu “Terompah”  sejenis alas kaki berada di syurga

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal,

“Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang satu amalan yang engkau lakukan di dalam Islam yang paling engkau harapkan pahalanya, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amal yang aku lakukan yang paling aku harapkan pahalanya daripada aku bersuci pada waktu malam atau siang pasti aku melakukan shalat dengan wudhu tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan untukku.” 

[HR. Bukhari, no. 443 dan Muslim, no. 715].

Walllhualam Bisahwab