Didalam al-Quran banyak dikisahkan cerita kaum-kaum terdahulu, sebagian dari mereka ada yang Allah azab dengan berbagai macam jenis kehancuran, ada yang hancur oleh banjir angin topan dan gempa. Al-quran telah menceritakan kebinasaan dan kenistaan kaum-kaum pendurhaka terdahulu, apa sebabnya?, tentu ada alasan-alasan yang logis, sehingga mereka diberikan azab yang begitu besar

sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرٰى بِظُلْمٍ وَّاَهْلُهَا مُصْلِحُوْنَ

Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara dzalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan (QS Hud ayat 117)

Secara umum penyebab kehancuran kaum terdahulu dinyatakan dengan ungkapan kafaru, kadzabu, dan dzalamu. Dalam kontek kehancuran umat, istilah-istilah ini tidak hanya dipahami dalam tataran akidah semata tapi juga harus dipandang dari sisi prilaku karena kehancuran kaum-kaum tersebut disebabkan oleh penyimpangan prilaku atau moral

Salah satu kaum yang memilki penyimpangan prilaku yang bertentangan dengan perintah Allah adalah kaum Madyan. Kaum Madyan tinggal disuatu kawasan yang subur, didukung dengan dua keahlian, yait berdagang dan bertani. Adanya sumberdaya alam dan sumberdaya manusia tersebut menjadikan kehidupan kaum Madyan serba berkecukupan dan dipenuhi kenikmatan. Namun demikian, keadaan tersebut tidak membuat mereka bersyukur, mereka masih cenderung melakukan perdagangan secara kotor dengan cara mengurangi timbngan atau takaran. Bukan hanya itu mereka pun terbiasa mengambil hak orang lain, menghalangi orang lain dari jalan yang benar dan sekaligus menyembah berhala. Sebagaimana diceritakan dalam Quran surat Hud ayat 84 :

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيط

“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagi kalian selain Dia. Dan janganlah kalian kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kalian dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian akan azab hari yang membinasakan (kiamat)..”

(QS Hud ; 84 )

Maka dari itu Allah SWT mengutus Nabi Syuaib a.s. untuk memulai dakwah bagi kaum madyan agar dapat kembali kejalan yang benar yakni tidak di jadikan budak oleh hawa nafsu dengan melakukan kecurangan-kecurangan dan perbuatan yang mengundang azab Allah S.w.t. Nabi Syuaib memerintahkan mereka untuk menyembah kepada Allah semata serta melarang mereka mengurangi takaran dan timbangan. Akan tetapi dengan keaungkuhan dan hawa nafsu yang sudah menguasai diri mereka, kaum madyan menolak dakwah Nabi Syuaib a.s,

“Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh­mu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (QS Hud ; 87)

Kebiasaan buruk kaum Madyan ini telah benar-benar merasuk di setiap bentuk perilaku mereka. Sedemikian membudayanya, sehingga dakwah Nabi Syu’aib yang bermaksud meluruskan prilaku tersebut justru dituduh ingin mendapatkan keuntungan sendiri. Karena itu Nabi Syu’aib diancam akan diusir dari tempat tinggalnya sendiri. Demikian itu karena praktek tersebut, menurut mereka, telah diwarisi secara turun menurun dari bapak-bapak mereka, layaknya agama. Dengan demikian, dapat dipahami, dampak dari kebiasaan buruk ini mampu mendorong mereka untuk berani menolak ajakan Nabi Syu’aib. Padahal ajakan tersebut sejatinya benar menurut ukuran akal sehat bahkan ancaman mereka terhadap Nabi Syu’aib mengindikasikan bahwa kebiasaan buruk itu sudah tidak bisa lagi diubah dengan kata-kata.

pada akhirnya Allah Swt memberikan adzab kepada mereka karena mengabaikan peringatan dari Allah S.W.T melalui Nabi Syuaib AS, sebagaimana difirmankan Allah SWT,

فَأَخَذَتْهُمُ ٱلرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا۟ فِى دَارِهِمْ جَٰثِمِينَ

“Kemudian mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka.” (QS. al-A‟raf: 91)

Az-Zuhaili berkata, ‘Allah menghukum mereka dengan menurukkan azab yang memusnahkan dan menghancurkan mereka dengan gempa yang keras yang membuat manusia berada dalam ketakutan yang hebat, keguncangan, dan kengerian serta mayat-mayat bergelimpangan, Allah menetapkan dengan nada penghinaan yang sangat jelas, bahwa kerugian itu bukan bagian orang yang mengikuti Syu‟aib, tetapi bagian orang yang menentangnya. Pada akhirnya orang-orang  yang mendustakan Nabi Syuaib pun dimusnahkan dari negeri dan kediaman mereka, seakan-akan mereka tidak tinggal di negeri mereka.

kisah kaum madyan merupakan kisah kaum terdahulu yang bukan sekedar untuk mengungkapkan dimensi kesejarahannya, akan tetapi untuk dijadikan ibrah (peringatan atau pelajaran) bagi umat-umat setelahnya, bahwa perbuatan atau perilaku yang merugikan orang lain, dengan cara mengahalangi orang lain dari jalan Allah, megurangi timbangan, mencurangi hak orang lain, adalah hal yang dibenci oleh Allah swt karena merupaan prilaku yang dzhalim.

Berita-berita tentang kaum terdahulu merupakan bagian penting dalam Al-Quran, jelas-jelas merupakan hal yang patut kita renungkan dan dijadikan pelajaran sebagaimana diterangkan dalam firman Allah swt,

فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ

“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”

(QS Al Baqarah;66)

Meskipun telah berlalu ribuan tahun, dan terjadi banyak perubahan tempat, prilaku, dan peradaban, namun tidak banyak yang berubah dalam struktur sosial dan sistem dari orang-orang dahulu hingga sekarang, artinya perbuatan umat umat terdahulu, masih banyak yang terduplikasi dalam kehidupan modern kini. Mudah mudahan kita termasuk golongan orang orang yang beriman kepada Allah dengan menjauhi segala larangannya, baik dalam kehidupan ibadah maupun dalam muamalah

Wallahu A’lam Bishawab